Rabu, 30 November 2011

ATONI UTERUS


A.    Pengertian
Yang dimaksud didini adalah perdarahan dalam kala IV yang lebih dari 500-600 cc dalam 24 jam setelah anak dan plasenta lahir.

B.    Etiologi
1.          Atonia uteri
Faktor predisposisi terjadinya atonia uteri adalah :
-          Umur : umur yang terlalu muda atau tua
-          Paritas : sering dijumpai pada multipara dan grandemultipara
-          Partus lama dan partus terlantar
-          Obstetri operatif dan narkosa
-          Uterus terlalu regang dan besar, misalnya pada gemeli, hidramnion, atau janin besar
-          Kelainan pada uterus, seperti mioma uteri, uterus couvelair pada solusio plasenta
-          Faktor sosio ekonomi, yaitu malnutrisi
2.          Sisa plasenta dan selaput kebutuhan
3.          Jalan lahir : robekan perineum, vagina serviks, forniks dan rahim
4.          Penyakit darah
Kelainan pembekuan darah misalnya a atau hipofibrinogenemia yang sering dijumpai pada :
-          Perdarahan yang banyak
-          Solusio plasenta
-          Kematian janin yang lama dalam kandungan
-          Pre-eklamsi dan eklamsi
-          Infeksi, hepatitis dan septik syok

C.    Diagnosis
Pada tiap-tiap perdarahan postpartum harus dicari apa penyebabnya. Secara ringkas membuat diagnosis adalah seperti bagan dihalaman berikut.

Perdarahan postpartum ada kalanya merupakan perdarahan yang hebar dan menakutkan sehingga dalam waktu singkat ibu dapat jatuh kedalam keadaan syok. Atau dapat berupa perdarahan yang menetes perlahan-lahan tetapi terus-terusan yang juga berbahaya karena kita tidak meyangka akhirnya perdarahan berjumlah banyak, ibu menjadi lemas dan juga jatuh dalam subsyok atau syok. Karena itu adalah penting sekali pada setiap ibu yang bersalin dilakukan pengukuran kadar darah secara rutin ; serta pengawasan tekanan darah, nadi, pernapasan ibu, dan periksa juga kontraksi uterus dan perdarahan. Selama 1 jam.


D.    Penanganan
Pencegahan perdarahan postpartum
Mencegah atau sekurang kurangnya bersiap siaga pada kasus-kasus yang disangka akan terjadi perdarahan adalah penting. Tindakan pencegahan tidak saja dilakukan sewaktu bersalin, namun sudah dimulai sejak ibu hamil dengan melakukan antenatal care yang baik. Ibu-ibu yang mempunyai predisposisi atau riwayat perdarahan postpartum sangat dianjurkan untuk bersalin dirumah sakit.
Dirumah sakit diperiksa keadaan fisik, keadaan umum, kadar Hb, golongan darah, dan bila mungkin tersedia donor darah. Sambil mengawasi persalinan, dipersiapkan keperluan untuk infus dan obat-obatan penguat rahim (uterotonika). Setelah ketuban pecah kepala janin mulai membuka vulva, infus dipasang dan sewaktu bayi lahir diberikan 1 ampul methergin atau kombinasi dengan 5 satuah sintosinon (=sintometrin intravena). Hasilnya biasanya memuaskan.

Pengobatan perdarahan kala uri
Sikap dalam menghadapi perdarahan kala uri ialah :
1.      Berikan oksitosin
2.      Cobalah mengeluarkan plasenta menurut cara Crede (1-2 kali)
3.      Keluarkan plasenta degan tangan

Pengeluaran plasenta dengan tangan segera sesudah janin lahir dilakukan jika (a) ada sangkaan akan terjadi perdarahan postpartum ; (b) ada perdarahan yang banyak (lebih dari 500 cc) ; (c) terjadi retensio plasenta ; (d) dilakukan tindakan obstetri dalam narkosa ; atau (e) ada riwayat perdarahan postpartum pada persalinan yang lalu.
Jika masih ada sisa-sisa plasenta yang agak melekat dan masih terdapat perdarahan, segera lakukan utero-vaginal tamponade selama 24 jam, diikuti pemberian uterotonika dan antibiotika selama 3 hari berturut-turut ; dan pada hari ke empat baru dilakukan kuretase untuk membersihkannya.
Jika disebabkan oleh luka-luka jalan lahir, luka segera dijahit dan perdarahan akan terhenti.

Pengobatan perdarahan postpartum pada atonia uteri
Tergantung pada banyaknya perdarahan dan derajat atonia uteri, dibagi dalam 3 tahap :
Tahap I
Perdarahan yang tidak begitu banyak dapat diatasi dengan cara pemberian uterotonika, menurut rahim (massage), dan memasang gurita.
Tahap II
Bila perdarahan belum berhenti dan bertambah banyak, selanjutnya berikan infus dan transfusi darah dan dapat dilakukan :
-          Perasat (maneuver) Zangemeister
-          Pirasat (maneuver) Fritch
-          Kompresi bimanual
-          Kompresi aorta
-          Tamponade utero-vaginal
-          Jepitan arteri uterina dengan cara Henkel
Tamponade utero-vaginal walaupun secara fisiologis tidak tepat, hasilnya masih memuaskan, terutama didaerah pedesaan dimana hasilnya masih memuaskan, terutama didaerah pedesaan dimana fasilitas lainnya sangat minim atau tidak ada.
Tahap III
Bila semua upaya diatas tidak menolong juga, maka usaha terakhir adalah menghilangkan sumber perdarahan, dapat ditempuh dua cara, yaitu dengan meligasi arteri hipogastrika atau histerektomi.

E.         Prognosis
Seperti dikatakan oleh Tadjuluddin (1965) : “Perdarahan postpartum masih merupakan ancaman yang tidak terduga ; walaupun dengan pengawasan yang sebaik-baiknya, perdarahan postpartum masih merupakan salah satu sebab kematian ibu yang penting“. Sebaliknya menurut pendapat para ahli kebidanan modern :  “Perdarahan postpartum tidak perlu  membawa kematian pada ibu bersalin“. Pendapat ini memang benar bila kesadaran masyarakat tentang hal ini sudah tinggi dan dalam klinik tersedia banyak darah dan cairan secara fasilitas lainnya. Dalam masyarakat kita masih besar anggapan, bahwa darahnya adalah merupakan hidupnya, karena itu mereka menolak menyumpangkan darahnya, walaupun untuk menolong jiwa istri dan keluarganya sendiri.
Pada perdarahan postpartum, Mochtar R. Dkk, (1969) melaporkan angka kematian ibu sebesar 7,9% dan Wiknjosastr H. (1960) 1,8-4,5%. Tingginya angka kematian ibu karena banyak penderita yang dikirim dari luar dengan keadaan umum yang sangat jelek dan anemis dimana tindakan apapun kadang-kadang tidak menolong.

F.         Terapi Klinis
Atoni uterus
Obat-obatan oksitosik diberikan setelah kelahiran plasenta untuk mencegah atoni uterus (lihat panduan obat-obatan : Oksitoksin [Pitocin]). Tinggi serta kekerasan fundus ditentukan ; jika uterus belum keras dan berkontraksi dengan memadai, setelah pengeluaran paksa plasenta, maka perlu dilakukan pengurutan fundus. Jika terjadi perdarahan yang berlebihan, dokter bisa melakukan kompresi uterus bimanual. Diberikan oksigen melalui masker, dengan laju 6-10L/menit. Kadar hematrokrit, hemoglobin, masa tromboplastin parsial dan protrombin, serta fibrinogen, dipantau. Untuk penatalaksanaan aton uterus bisa diberikan Metilergonovin maleat (Methergine) IM, (lihat panduan obat-obatan, pada halaman 303), dengan segera.

G.        Pengkajian Perawatan Penting
1.      Kaji TD, frekuensi nadi, dan pernapasan berdasarkan protokol pascapartum masing-masing institusi. Jika ada perdarahan vagina, kaji TD, frekuensi nadi, dan pernapasan setiap 15 menit.
2.      Waspada terhadap hipotensi dan takikardi, yang dapat menjadi tanda hipovolemia, disertai pula takipnea pada saat yang sama, penurunan TD, pucat sianosis, kulit dingin dan lembab, serta tidak dapat beristirahat.
3.      Kaji keadaan fundus terhadap ketinggian dan kekerasannya. Uterus seharusnya keras, atau berada dibawah umbilikus. Kontraksi fundus yang memadai, mengenyampingkan adanya atoni uterus.
4.      Kaji jumlah kehilangan darah/perdarahan per vagina dan setiap pengumpulan darah yang terlihat
5.      Teknik pengkajian : Pengkajian visual ; lakukan perhitungan pembalut, pada waktu tertentu, atau timbang pembalut perineum (1 mL darah beratnya 1 kg).
6.      Waspada terhadap kehilangan darah. Untuk menentukan jumlah keluarnya darah, kaji tidak hanya bagian dalam pembalut saja, tetapi juga bagian bawah pembalut bila kemungkinan terdapat genangan darah. Agar dapat melakukan hal ini, anjurkan ibu untuk berbalik arah.
7.      Periksa area perineum dan bokong terhadap perubahan warna, penonjolan, terdapat nyeri tekan. Jika ibu masih dalam periode pemulihan dari anestesi lokal, adalah penting untuk sering melakukan visualisasi perineum/bokong. Palpasi untuk nyeri tekan dan fluktasi pada massa yang tampak jelas.
8.      Kaji tingkat nyeri ibu. Setelah efek anestesi telah menghilang, hematoma vagina dan vulva yang tetap ada, dikaitkan dengan nyeri perineum atau kompresi pada rektum.
9.      Periksa area vagina atau rektum bila ada massa yang menonjol. Teknik pengkajian : posisikan ibu miring, naikkan bagian atas bokong, lalu perintahkan untuk mengedan.
10.  Waspada terhadap massa yang menonjol berwarna keungu-unguan, yang bisa tampak jelas pada slauran vaigana, atau suatu massa yang lembut, yang dapat dipalpasi pada pemeriksaan rektum.
11.  Kaji distensi kandung kemih (mengganggu keefektifan kontraksi uterus dan proses involusi).
12.  Kaji asupan dan haluaran setiap 8 jam
13.  Waspada terhadap keharusan untuk menjaga haluaran urine agar tetap ada kisaran > 30ml/jam, karena hal ini mengindikasikan perfusi ginjal yang baik.
14.  Kaji hasil laboratorium
15.  Waspada terhadap penurunan kadar hematokrit (keluarnya darah sebanyak 500-mL, dapat direfleksikan sebagai penurunan kadar hematokrit sebayak 4-poin).
16.  Kaji Kaji respons koping ibu, tingkat pemahaman keadaannya, serta keadaan emosional.
17.  Kaji kemampuan ibu untuk dapat merawat bayinya, karena adanya keletihan yang berhubungan dengan kehilangan darah. Juga kaji keberadaan sistem pendukung yang ada dirumah.

H.        Contoh Diagnosa Keperawatan
-          Defisit volume cairan yang berhubungan dengan kehilangan darah, sekunder akibat atoni uterus, fragmen plasenta yang tertahan, laserasi atau pembentukan hematoma.
-          Resiko untuk infeksi yang berhubungan dengan trauma dan perdarahan

I.           Intervensi Keperawatan Penting
1.      Pijat dengan lembut boggi uterus, sambil menyokong segmen uterus bagian bawah, untuk menstimulasi kontraksi dan kekuatan pengumpulan. Waspada terhadap kekuatan pemijatan. Pemijatan yang sangat bertenaga, dapat meletihkan uterus, mengakibatkan atoni uterus dan dapat menyebabkan nyeri. Lakukan dengan lembut. Jangan percaya terhadap peryataan keliru, bahwa ibu mempunyai uterus keras. Perdarahan yang signifikan, dapat terjadi karena penyebab lain selain atoni uterus.
2.      Pantau tipe dan jumlah perdarahan, serta konsistensi uterus yang menyertai selama berlangsungnya hal tersebut. Waspada terhadap darah berwarna merah dan uterus yang relaksasi, yang berindikasi atoni uterus atau fragmen plasenta yang tertahan. Perdarahan vagina berwarna merah-terang dan kontraksi uterus, mengindikasikan perdarahan akibat adanya laserasi.
3.      Berikan kompres es selama jam pertama setelah kelahiran pada ibu yang beresiko mengalami hematoma vagina. Jika hematoma terbentuk, gunakan rendam duduk setelah 12 jam.
4.      Pertahankan pemberian cairan IV dan mulai cairan IV kedua dengan ukuran jarum -18, untuk pemberian produk darah, jika diperlukan. Kirim contoh darah untuk penentuan golongan, dan pemeriksaan darah, jika diperlukan. Kirim contoh darah untuk penentuan golongan, dan pemeriksaan silang, jika pemeriksaan ini belum dilakukan diruang persalinan.
5.      Berikan oksitoksik sesuai pesanan. Catat dengan seksama respons kompresi uterus dan tekanan darah, terhadap pengobatan.
6.      Pantau asupan dan haluaran cairan setiap jam. Pada awalnya masukkan kateter Foley, untuk memastikan keakuratan perhitungan haluaran.
7.      Berikan oksigen melalui masker atau nasal kanula, dengan laju 7-10L/menit bila terdapat tanda kegawatan pernapasan.
8.      Berikan pengobatan nyeri untuk mengatasi ketidaknyaman sesuai pesanan.
9.      Sediakan bangku tidak bersandar atau tempat duduk biasa, untuk digunakan saat mandi bila ibu mengalami pusing atau kelemahan, untuk memfasilitasi perawatan diri dan ambulasi (pergerakan) bertahap
10.  Tinjau kembali aspek penting dari perawatan yang telah anda berikan :
-          Sudagkah saya memantau dengan afektif status fundus dan lokianya? Apakah saya mengidentifikasi dan mengintervensi dengan cepat, ketika terjadi reaksasi uterus berkelanjutan dan terdapatnya pengeluaran gumpalan uterus?
-          Sudahkah saya melakukan pemijatan uterus dengan lembut jikalau memungkinkan?
-          Apakah tanda vital ibu stabil? Apakah ibu memperlihatkan beberapa tanda hipovolemia?
-          Apakah ibu mengeluh ketidaknyamanan diarea traktus genitalia? Sudahkah saya menyediakan tindakan penyamanan yang memadai, seperti kompres dingin atau hangat, perawatan perineum, rendam duduk, atau obat abalgesik?
-          Sudahkan saya membantu agar dapat mengungai tingkat kecemasan ibu dan keluarganya, dengan cara tetap memberikan informasi mengenai keadaan ibu kepada mereka ?
-          Sudahkan saya memberikan ibu informasi perawatan dirumah, seperti uraian sebagai berikut : suplementasi zat besi, perubahan yang diharapkan pada area fundus dan pada lokia, bagaimana mengurut fundus berdasarkan indikasi melalui tonus, tanda perdarahan yang abnormal, dan kapan perlu menghubungi penyedia asuhan kesehatan?

J.          Evaluasi
-          Tanda perdarahan pascapartum telah dideteksi dengan cepat dan diatasi secara efektif
-          Pembentukan hematoma telah dideteksi dengan cepat dan diatasi dengan berhasil
-          Ketidaknyamanan ibu berkurang dengan efektif
-          Ibu mampu mengidintifikasi perubahan yang tidak normal, yang mungkin terjadi menyusul adanya rabas, serta memahami pentingnya melapor kepad aperawat, jika perubahan tersebut timbul.
-          Perlekatan ibu-bayi berhasil dipertahankan.

DAFTAR PUSTAKA


Mochtar, MPH, Prof. Dr. Rustam, 1998. Sinopsis Obstetri. Jakarta : EGC.
                                                                       
Keoperawatan Ibu dan Bayi. Jakarta : FKUI


TINJAUAN TEORITIS ASTHMA BRONCHIALE


I.      ASTHMA BRONCHIALE
A.        Definisi Penyakit
Asthma bronchiale merupakan gangguan inflamasi kronik jalan nafas yang melibatkan berbagai sel inflamasi, dasar penyakit ini adalah hiperaktivitas bronkus dalam berbagai tingkat, obstruksi jalan nafas, dan gejala pernafasan (mengi dan sesak). (Kapita Selekta Kedokeran Edisi ke tiga jilid satu : 476).
Asthma adalah suatu penyakit yang ditandai dengan adanya therapi yang tepat, obstruksi ini disebabkan oleh adanya spasme otot lunak bronchiale, sekresi mukus yang berlebihan. (FKPP SPK se-jawa-barat 1996, : 36).
Asthma disebut juga sebagai reactive air way disease (RAD) adalah suatu penyakit obstruksi pada jalan nafas secara riversibel yang ditandai dengan bronkhospasme, inflamasi, dan peningkatan reaksi jalan nafas terhadap berbagai. (Suriadi, Skp, 2001 : 7)
Asthma adalah penyakit paru dengan ciri khas yakni saluran nafas sangat mudah bereaksi terhadap berbagai rangsangan atau pencetus dengan manifestasi berupa serangan asthma. (Nastiyah, 1997 : 66)
Berdasarkan beberapa pengertian diatas, penulis menyimpulkan bahwa penyakit asthma adalah suatu penyakit obstruksi pada jalan nafas yang ditandai oleh bronchospasme, inflamasi mukus yang berlebihan dengan gejala pernafasan (mengi dan sesak).
  
B.         Anatomi, Fisiologi dan Gambar Anatomi
Sistem pernafasan dibagi menjadi dua yaitu saluran pernafasan bagian atas yang terdiri dari hidung, pharing dan laring, saluran pernafasan bagian bawah yang terdiri dari trachea, bronkhus, bronhiolus dan alveolus.
1.      Hidung
Hidung meurpakan saluran pernafasan teratas, bagian interior dari hidung dibagi dalam paruhan kiri dan kanan oleh septum nasal. Setiap paruhan dibagi secara tidak lengkap menjadi empat, mengarah pada nasofaring. Area tepat dalam lubang hidung dilapisi oleh kulit yang mengandung rambut yang kasar. Sisa dari interior dilapasi oleh membran mukosa.
2.      Pharing
Pharing berasa dibelakang mulut dan rongga nasal. Dibagi tiga bagian yaitu nasopharing, oropharing, dan laringo pharing. Pharing juga merupakan saluran yang menghubungkan saluran pencernaan dan saluran pernafasan.
3.        Laring
Laring terletak didepan dari faring dan diatas permulaan dari trakea. Terutama terdiri dari tulang rawan tyroid dan cricoid, dan tujuh tulang rawan lain yang dihubungkan secara bersama oleh membran.
4.        Trachea
Terletak dibagian oesopagus yang terdiri dari lapisan mukosa, kelenjar sub mukosa dan dibawahnya terdapat jaringan otot yang terletak pada bagian depan yang menghubungkan kedua bagian tulang rawan. Trachea bercabang menjadi bronchus kanan dan kiri, tempat percabangan disebut karina.
5.        Bronkhus
Bronkus primer dimulai dari karina, bronkus kanan lebih gemuk, lebih pendek, serta lebih vertikal bila dibandingkan bronkhus kiri. Bronkhus dilapisi oleh cilia yang berfungsi menangkap partikel dan mendorong sekret ke atas untuk selanjutnya dikeluarkan melalui batuk atau ditelan.
6.        Bronchiolus
Bronchiolus merupakan cabang dari bronkhus yang dibagi menjadi saluran-saluran kecil yaitu bronchiolus terminal dan bronchiolus respirasi.
7.        Alveolus
Alveolus merupkan percabangan dari bronchiolus. Duktus alveolus menyerupai buah anggur, saccus alveolus mengandung alveolus yang merupkan unit fungional paru sebagai tempat pertukaran gas.
8.        Paru-paru
Unit dasar dari struktur paru-paru dipertimbangkan adalah lobulus sekunder. Beratus-ratus dari lobulus ini membentuk masing-masing paru-paru. Setiap lobulus merupakan miniatur dari paru-paru dengan percabangan bronchial.
Untuk lebih jelasnya dibawah ini disajikan gambar “pohon” Bronchial dan paru-paru pada gambar dibawah ini.

A.        Etiologi
Asthma dimbul secara familiar, dimana jika adanya faktor lingkungan berinteraksi dengan faktor keturunan akan timbul penyakit.
Sampai saat ini etiologi asthma belum diketahui dengan pasti, suatu hal yang menonjol pada semua penderita asthma adalah fenomena hiperreakyivitas broncus.  Broncus penderita asthma sangat peka terhadap rangsangan imunologi maupun non-imunologi.
Rangsangan atau pencetus yang sering menimbulkan asthma perlu diketahui dan sedapat mungkin dihindarkan. Faktor-faktor tersebut adalah :
1.     Alergen utama : debu rumah, spora jamur dan tepung sari rerumputan.
2.     Iritan seperti asap, bau-bauan, pollutan.
3.     Infeksi saluran napas terutama yang disebabkan oleh virus.
4.     Perubahan cuaca yang ekstrim.
5.     Kegiatan jasmani yang berlebihan.
6.     Lingkungan kerja.
7.     Obat-obatan.
8.     Emosi.

B.         Patofisiologi
Asthma dapat dibagi menjadi dua kategori besar : ekstrinsik (alergi) dan intrinsik (non-alergi). Asthma ekstrinsik disebabkan oleh agent seperti : debu, tepung sari, kain serangga, jamur, rokok, obat dan makanan. Bentuk athma inibiasanya dimulai saat kanak-kanak. Sedangkan asthma intrinsik tidak dapat dengan mudah dikenai alergen dan biasanya dimulai pada saat dewasa (>35 tahun).

C.        Tanda dan Gejala
Objektif
v  Sesak nafas yang berat dengan ekspirasi disertai dengan wheezing.
v  Dapat disertai batuk dengan sputum kental, sulit dikeluarkan.
v  Bernapasan dengan menggunakan alat-alat napas tambahan.
v  Cyanosis, tachicardi, gelisah, pulsus paradoksial.
v   Fase ekspirasi memenjang disertai wheezing (diapex dan hilus).

Subjektif
v  Klien merasa sukar bernafas, sesak, anoreksia.

Psikososial
v  Cemas, takut, dan mudah tersinggung.
v  Kurangnya pengetahuan klien terhadap situasi penyakitnya.


Keterangan : Skor 4 atau lebih disangkakan asthma berat dan klien harus secara hati-hati diobservasi untuk menentukan adakah respon dari teraphy atau segera dikirim kerumah sakit.




A.                Manajemen Medik
                Prinsip-prinsip penatalaksaan asthma bronkhial :
1.     Diagnosis status asthmatikus. Faktor penting yang harus diperhatikan:
        ·          Saatnya serangan
        ·          Obat-obatan yang telah diberikan (macam dan dosis).
2.     Pemberian obat bronchodilator.
3.     Penilaian terhadap perbaikan serangan.
4.     pertimbangan terhadap pemberian kortikosteroid.
5.     Setelah serangan mereda :
·                     Cari faktor penyebab.
·                     Modifikasi pengobatan penunjang selanjutnya.

        Obat-obatan
1.      Broncodilator
Broncodilator ini dipakai secara inhalasi atau parenteral, jika sebelumnya telah digunakan obat golongan simpatometik maka sebaiknya diberikan aminopilin secara parenteral sebab mekanisme yang berlainan. Demikian sebaliknya, bila bumnya telah digunakan obat golongan teofilin oral maka sebaiknya diberikan obat golongan simpatomimetik secara aerosol atau parenteral.
  Obat-obatan bronchodilator golongan simpatomimetik bentuk selektif terhadap adrenoreseptor yang mempunyai sifat lebih selektif dan masa kerja lebih lama serta efek lebih kecil dibandingkan dengan bentuk non-selektif :
·         Obat-obat bronchodilator serta aerosol bekerja lebih cepat dan efek sampingsistemik lebih kecil baik digunakan untuk sesak nafas berat pada anak-anak dan dewasa.
·         Obat-obat brochodilator simpatomimetik memberi efek samping takhicardia, pemggunaan parenteral pada orang tua harus hati-hati, berbahaya pada penyakit hipertensi, kardiovaskuler dan serebrovaskuler.
·         pemberian aminophilin secara intra vena dosis awal lima sampai enam miligram/Kg BB dewasa/anak-anak, disuntikan perlahan dalam 5-10 menit.
2.      Cortikosteroid
3.      Pemberian oksigen
Melalui kanul hidung dengan kecepatan aliran O2 2-4 liter/menit dan dialiri air untukmemberikan kelembaban
4.      Beta Agonists merupakan pengobatan awal yang digunakan dalam pengobatan asthama dikarenakan obat ini bekerrja dengan jalan mendilatasikan otot polos.

B.     Data Fokus Pengkajian
1.      Wawancara
a.       Identitas
Nama, usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, agama, tanggal masuk, tanggal pengkajian, diagnosa medik, suku bangsa, No. Register dan alamat identitas penanggung jawab terdiri dari nama, usia, pendidikan, pekerjaan, jenis kelamin, agama, hubungan dengan klien dan alamat.
b.      Riwayat kesehayan
1)      Keluhan utama
Merupakan keluhan yang ditemukan saat pengkajian
2)      Riwayat kesehatan sekarang
Menceritakan kapan klien mengalami kejadian seperti sekarang, sifat klien, lamanya kejadian, serta gejala-gejala kejadian yang mengalami riwayat kesehatan.


3)      Riwayat kesehatan keluarga
Perlu diketahui untuk memperoleh data apakah dalam keluarga klien terdapat penyakit keturunan atau penyakit-penyakit karena lingkungan yang dapat memperberat penyakit klien

2.      Pemeriksaan fisik
Digunakan untuk memperoleh data objektif dari riwayat keperawatan klien ada empat tahap teknik dalam pemeriksaan fisik : inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi. Pada klien dengan gangguan sistem pernapasan :
a.       Sistem pernafasan
Adanya jumlah frekuensi nafas  yang dilakukan permenit dalam keadaan istirahat
b.      Sistem cardiovaskuler
Dapat ditemukan adanya peningkatan denyut nadi, peningkatan tekanan darah terutama pada saat penyakit kambuh
c.       Sistem perkemihan
Dikaji apakah adanya retensi urine, warna urine dan keadaan tentang alat perkemihan.
d.      Sistem pencernaan
Dikaji ditemukan anoreksia atau tidak, penurunan motilitas usus
e.   Sistem Mukuloskeletal
tidak adanya keterbatasan gerak, atropi otot, penurunan kekuatan otot, massa otot, tonus otot dan deformitas.
f.    Sistem Integumen
      Tidak terdapat iritasi kulit, jaringan yang rusak, perubahan warna kulit.
g.   Sistem Persyarafan
yang perlu dikaji adalah fungsi serebral, fungsi saraf kranial, fungsi sensorik dan motorik.
3.      Pemeriksaan Diagnostik
a.       Chest X-ray
b.      Pemeriksaan fungsi paru
c.       TLC ( peningkatan pada luasnya bronkhitis )
d.      Kapasitas inspirasi
e.       Bronchogram
f.       Darah komplit
g.      Kimia Darah
h.      Sputum kultur
i.        FEVI/FVC
j.        ABGs
k.      ECG
l.        Exercise ECG, Stress Test

C.    Analisa Data
Analisa data adalah kemampuan untuk mengaitkan dan menghubungkan data dengan kemampuan kognitif yang dimiliki sehingga dapat diketahui kesenjangan atau masalah kesehatan atau masalah keperawatan. (Nasrul Effendi, 1998 : 97).

D.    Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul
1.      Gangguan pertukaran gas (fase ekspirasi yang memanjang) sehubungan dengan obstruksi jalan nafas oleh sekret dan adanya bronchospasme.
2.      Jalan nafas tidak efektif sehubungan dengan peningkatan produksi sputum.
3.      Kurang pengetahuan tentang proses penyakit dan pengobatan sehubungan dengan kurangnya informasi.


E.     Perencanaan
1.      Tujuan
-          Gangguan pertukaran gas dapat diatasi
-          Jalan nafas efektif
-          Pengetahuan pasien tentang proses penyakit dan pengobatannya meningkat
2.      Tindakan keperawatan untuk tiap diagnosa
-          Observasi tanda-tanda vital
-          Kaji kecepatan, kedalaman dan penggunaan otot bantu pernapasan
-          Tinggikan bagian kepala tempat tidur untuk meningkatkan ekspirasi paru
-          Anjurkan pasien napas lambat
-          Kaji warna kulit dan perubahan mukosa membran
-          Dorong pasien batuk efektif untuk mengeluarkan sputum, lakukan suction apabila perlu
-          Auskulasi suara napas, dengarkan adanya ronchi, wheezing dan suara napas abnormal lainnya.
-          Kaji penurunan tingkat kesadaran
-          Berikan lingkungan yang tenang
-          Batasi aktifitas
3.      Auskultasi suara napas, catat adanya wheezing, ronchi dan crackles
-          Kaji dan observasi tanda-tanda vital terutama kecepatan pernapasan
-          Observasi adanya dyspnea, kelelahan, kecemasan, kesulitan bernapas dan penggunaan otot tambahan dalam bernapas
-          Anjurkan pasien untuk mengatur posisi yang nyaman
-          Kurangi polusi lingkungan, seperti debu, asap rokok debu dan kapuk
-          Dorong pasien untuk melatih napas dengan otot pernapasan perut adalah bernapas melalui mulut.
-          Observasi karakteristik, batuk kering atau ada sputum
-          Berikan intake cairan 2000 cc/hari selama tidak ada kontraindikasi
4.      Kaji tingkat pengetahuan pasien tentang penyakitnya
-          Berikan penjelasan tentang proses penyakit dan pengobatannya
-          Berikan kesempatan pada pasien untuk bertanya
-          Ajarkan dan dorong pasien untuk melakukan latihan napas dalam
-          Anjurkan pasien dengan menjaga kebersihan mulut dan gigi
-          Jelaskan efek merokok terhadap paru-paru dan anjurkan pasien untuk berhenti merokok
-          Gejala sesak napas (udara yang kering, temperatur lingkungan yang terlalu tinggi)
-          Anjurkan pasien untuk menghindari individu yang sedang mengalami infeksi saluran napas.


DAFTAR PUSTAKA


-          Corwin, Elizabeth. J. 2000. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC.
-          Carpenito, L. J. 1995. Diagnosa Keperawatan. Edisi 6, Jakarta EGC.
-          Effendy Nasrul. 1998. Dasar-dasar Kesehatan Masyarakat. Jakarta. EGC.
-          Kapita Selekta Kedokteran. 1999. Media Aesculapius FKUI, Edisi Ketiga Jilid Pertama. Jakarta.
-          Pearce. C. Evelyn. 2000. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta. Gramedia.
-          Somatri Irman. SKp. 2003. Medical Surgical Nursing. Cimahi.