Rabu, 30 November 2011

Anorektum


BAB I
PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang Masalah
Pada kesempatan ini penulis mengambil judul penyakit “Anorektum (Anorektal)” masalah tersebut diambil setelah penulis menganalisa masalah ini dengan membaca dari sumber buku.
Penulis mencoba menggali masalah penyakit tersebut berdasarkan adanya misi Indonesia sehat 2010. penulis menyusun laporan ini berdasarkan deskripsi mata kuliah KDM I, serta kompetensinya dan penerapan asuhan keperawatan dalam mata kuliah tersebut

B.     Tujuan Penulisan
Dalam penyusunan makalah ini penulis mempunyai diantaranya adalah sebagai berikut :
1.       Tujuan umum
Agar mahasiswa dapat melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan “Anorektum (Anorektal)” dan mendokumentasikannya.
2.       Tujuan khusus
a.       Agar mahasiswa mampu mengkaji status kesehatan klien
b.      Agar mahasiswa mampu menganalisa data dan merumuskan diagnosis
c.       Agar mahasiswa mampu menyusun rencana keperawatan
d.      Agar mahasiswa mampu melaksanakan evaluasi
e.       Agar mahasiswa mampu mendokumentasikan asuhan keperawatan

C.    Metode Pembuatan Makalah
Dalam penyusunan makalah ini penulis menggunakan metode studi perpustakaan dan membaca catatan medik.

D.    Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan makalah ini terdiri dari Bab I : Pendahuluan meliputi Latar Belakang Masalah, Tujuan Penulisan, Metode Penelitian dan Sistematika Penulisan, Bab II : terdiri dari Tinjauan Keperawatan dan Bab III : terdiri dari Kesimpulan dan Saran.


BAB II
ANOREKTUM (ANOREKTAL)


A.    Konsep Dasar Penyakit Anorektum (Anorektal)
1.      Defenisi
Pasien dengan gangguan anorektal mencari pertolongan medis terutama akibat nyeri dan perdarahan rektal. Keluhan lain yang sering adalah protrusi hemoroid, rabas anal, gatal, bengkak, nyeri tekan anal, stenosis, dan ulserasi. Konstipasi diakibatkan karena menunda defekasi akibat nyeri.
Kolon (termasuk rektum) merupakan tempat keganasan tersering dari saluran cerna. Kanker kolon merupakan penyebab ketiga dari semua kematian akibat kanker di Amerika Serikat, baik pada pria maupun wanita (Cancer Facts and Figures, 1991). Kanker usus besar biasanva merupakan penyakit pada orang tua, dan insidens puncak adalah pada dekade keenam dan ketujuh. Kanker ini jarang ditemukan dibawah usia 40 tahun, kecuali pada orang dengan riwayat kolitis ulserarif atau poliposis familial. Kedua kelamin terserang sama seringnya, walaupun kaner kolon lebih sering pada wanita, sedangkan lesi pada rektum lebih, sering pada pria. Kira-kira 60% dari semua kanker usus terjadi pada bagian rektosigmoid, sehingga dapat teraba pada pemeriksaan rektum atau terlihat pada sigmoidoskopi. Sekum dan kolon asendens merupakan tempat berikutnya yang paling sering diserang. Kolon transversa dan fleksura merupakan bagian yang memiliki kemungkinan terserang yang paling kecil.

Abses Anorektal
Abses anorektal adalah infeksi pada ruang pararektal. Individu dengan enteritis regional dari status imunodefisiensi lain seperti AIDS terutama rentan terhadap infeksi ini. Abses ini kebanyakan akan mengakibatkan fistula.
Manifestasi klinis. Abses dapat terjadi pada berbagai ruang didalam dan disekitar rektum. Seringkali mengandung sejumlah pus berbau menyengat dan nyeri. Apabila abses terletak superfisial, maka akan tampak bengkak, kemerahan, dan nyeri tekan. Abses yang terletak lebih dalam mengakibatkan gejala toksik dan bahkan nyeri abdomen bawah, serta demam. Sebagian besar abses rektal akan mengakibatkan fistula.

1.      Anatomi dan Fisiologi
Usus besar merupakan tabung muskular berongga dengan panjang sekitar 5 kaki (sekitar 1,5m) yang terbentang dari sekum sampai kanalis ani. Diameter usus besar sudah pasti lebih besar daripada  usus kecil. Rata-rata sekitar 2,5 inci (Sekitar 6,5 cm), tetapi makin dekat anus diameternya semakin keeil.
Usus besar dibagi menjadi sekum, Kolon dan rektum. seperti dilukiskan dalam Gambar. 26-1. Pada sekum terdapat katup ileosekal dan apendiks yang melekat pada ujung sekum. Sekum menempati sekitar dua atau tiga inci pertama dari usus besar. Katup ileosekal mengontrol aliran kimus dari ileum ke sekum. Katup dibagi lagi menjadi kolon asendens, transversumm desendens dan sigmoid. Tempat di mana kolon membentuk kelokan tajam yaitu pada abdomen kanan dan kiri atas berturut-turut dinamakan fleksura hepatika dan fleksura lienalis. Kolon sigmoid mulai setinggi Krista iliaka dan berbentuk suatu lekukan berbentuk-S. Lekukan' bagian bawah membelok ke kiri waktu kolon sigmoid bersatu dengan rektum, yang menjelaskan alasan anatomis meletakkan penderita pada sisi kiri bila diberi enema. Pada posisi ini, gaya berat membantu mengalirkan air dari rektum ke fleksura sigmoid. Bagian utama usus besar yang terakhir dinamakan rektum dan terbentang dari kolor, sigmoid sampai anus (muara ke bagian luar tubuh). Satu inci terakhir dari rektum dinamakan kanalis ani dan dilindungi oleh sfingter ani eksternus dan internus. Panjang rektum dan kanalis ani sekitar 5,9 inci (15 em).

1.      Etiologi
Walupun panyebab kanker usus besar, seperti kanker lainnya, masih belum diketahui, telah dikenali beberapa faktor predisposisi. Hubungan antara kolitis ulseratif, yaitu jenis polip kolon tertentu, dengan kanker usus besar telah dibicarakan.
Faktor predisposisi penting lain mungkin berhubungan dengan kebiasaan makan, karena kanker usus besar (seperti juga divertikulosis) adalah sekitar 10 kali lebih banyak pada penduduk di dunia barat, yang mengkonsumsi lebih banyak makanan yang mengandung karbohidrat refined dan rendah serat kasar, dibandingkan penduduk primitif (Afrika) dengan diet kaya serat kasar. Burkitt (1971) mengemukakan bahwa diet rendah serat, tinggi karbohidrat refined mengakibatkan perubahan pada flora feses dan perubahan degradasi garam-garam empedu atau hasil pemecahan protein dan lemak, dimana sebagian dari zat-zat ini bersifat karsinogenik. Diet rendah serat juga menyebabkan pemekatan zat yang berpotensi karsinogenik ini dalam feses yang bervolume lebih kecil. Selain itu masa transisi feses meningkat. Akiibatnya kontak zat yang berpotensi karsinogenik dengan mukosa usus bertambah lama.

2.      Gambaran Klinis/Tanda dan Gejala
Gejala-gejala tersering dari kanker usus besar adalah perubahan kebiasaan defekasi, perdarahan, nyeri, anemia, anoreksia, dan penurunan berat badan. Tanda dan gejala berbeda-beda menurut tempat kanker dan sering dibagi menjadi kanker yang mengenai bagian kanan dan kiri usus besar.
Karsinoma kolon kiri dan rektum cenderung menyebabkan perubahan defekasi sebagai akibat  iritasi dan respon refleks. Diare, nyeri Kejang dan kembung sering terjadi. Karena lesi kolon kiri cenderung melingkar, sering timbul gangguan obstruksi. Feses dapat kecil dan berbentuk seperti pita. Baik mukus maupun darah segar sering terlihat pada feses. Dapat terjadi anemia akibat kehilangan darah Kronik. Pertumbuhan pada-sigmoid atau rektum dapat mengenai radiks saraf, pembuluh limfe, atau vena, menimbulkan gejala-gejala pada tungkai atau perineum. Hemoroid, nyeri pinggang bagian bawah, keinginan defekasi atau sering berkemih dapat timbul sebagai akibat tekanan pada alat-alat tersebut.
Karsinoma kolon kanan, di mana isi kolon berupa cairan, cenderung tetap tersamar hingga lanjut sekali. Sedikit kecenderungan menimbulkan obstruksi, karena lumen usus lebih besar dan feses masih encer. Anemia akibat perdarahan sering terjadi, dan darah bersifat samar dan hanya dapat dideteksi dengan tes guaiak (suatu tes sederhana yang dapat dilakukan di klinik). Mukus jarang terlihat, karena tercampur dalam feses. Pada orang yang kurus, tumor kolon kanan kadang-kadang dapat diraba, tetapi jarang pada stadium awal. Penderita mungkin mengalami perasaan tidak enak pada abdomen, dan kadang-kadang pada epigastrium.

3.      Pengobatan/Konserpatif dan Operatif
Pengobatan karsinoma kolon dan rektum adalah pengangkatan tumor dan pembuluh limfe secara pembedahan. Tindakan yang paling sering dilakukan adalah hemikolektomi kiri atau reseksi anterior, dan reseksi abdominoperineal. Prognosis eksisi bedah sangat baik bila dibandingkan dengan kanker dibagian tubuh lain. Angka kelangsungan hidup 5 tahun adalah sekitar 50%.
Hemoroid timbul akibat kongesti vena yang disebabkan gangguan aliran balik dari vena eksternanya, dengan satu jari dari tangan lainnya di dalam anus.
Abses anorektal sering dimulai sebagai peradangan kriptus ani, yang terletak pada ujung bawah kolum morgagni. Kelenjar anus bermuara dalam kriptus ani. Obstruksi atau trauma pada salurannya menimbulkan stasis dan predisposisi terhadap infeksi. Robekan mukosa akibat feses yang keras dapat pula merupakan faktor predisposisi. Padabeberapa kasus, dapat ditemukan lesi lokal predisposisi seperti hemoroid bertukak atau fisura ani.
Bila gejala diare menyertai fistula anorektal yang berulang, perlu dipikirkan penyakit Crohn yang terbatas pada usus besar, akan mengalami fistula in ano. Dua puluh lima persen penderita akan mengalami fistula in ano bila penyakit Crohn terbatas pada usus halus.
Pengobatan abses dan fistula anorektal adalah insisi dan drainase abses, serta eksisi fistula yang berhubungan.

4.      Penatalaksanaan
Pada tahap awal inflamasi, infeksi dapat dikontrol dengan terapi antibiotik. Bila abses telah terbentuk, pembedahan diindikasikan. Abses diinsisi dan dialirkandibawah anestetik lokal. Setelah proses akut teratasi, pembedahan selanjutnya dilakukan untuk mengeksisi kista dan saluran sinus sekunder. Luka dimungkinkan untuk sembuh melalui granulasi. Balutan kasa ditempatkan di luka mempertahankan tepinya tetap terpisah selama proses penyembuhan.

5.      Penatalaksanaan
Terapi paliatif terdiri dari rendam duduk dan analgesik. Namun, tindakan bedah segera untuk menginsisi dan mendrainase abses adalah tindakan pilihan. Apabila terdapat infeksi lebih dalam, dengan kemungkinan fistula, saluran fistula harus diangkat. Apabila mungkin fistula diangkat ketika abses diinsisi dan didrain, atau prosedur kedua perlu dilakukan. Luka dapat diberi tampon dan kasa dan dibiarkan sembuh dengan granulasi.

6.      Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan pada semua data pengkajian, diagnosa keperawatan utama mencakup yang berikut :
a.      Konstipasi berhubungan dengan mengabaikan dorongan untuk defekasi akibat nyeri selama eliminasi.
b.      Ansietas berhubungan dengan rencana pembedahan dan rasa malu.
c.      Nyeri berhubungan dengan iritasi, tekanan, dan sensitivitas pada area rektal/anal sekunder akibat penyakit anorektal dan spasme sfingter pada pascaoperatif.
d.     Perubahan eliminasi urinarius berhubungan dengan rasa takut nyeri pada pascaoperatif.
e.      Resiko ketidak efektifan penatalaksanaan terapeutik.

B.     Data Penunjang / Pengkajian
1.       Proses Keperawatan Pasien
Pasien Dengan Kondisi Anorektal
Pengkajian
Riwayat kesehatan diambil untuk menentukan adanya gatal, rasa terbakar, dan nyeri beserta karakteristiknya. Apakah initerjadi selama defikasi ? Berapa lama ini berakhir ?Adakah nyeri abdomen dihubungkan dengan hal itu ? Apakah terdapat perdarahan dari rektum ? Seberapa banyak ? seberapa sering ? Apa warnanya ? Adakah rabas lain seperti mukus atau pus ? Pertanyaan lain berhubungan dengan pola eliminasi dan penggunaan laksatif ; tingkat aktifitas ; dan pekerjaan (khususnya bila mengharuskan duduk atau berdiri lama).
Pengkajian objektif mencakup menginspeksi feses akan adanya darah atau mukus, dan area perianal akan adanya hemoroid, fisura, iritasi, atau pus.

2.       Perencanaan dan Implementasi
Tujuan utama mencakup mendapatkan pola eliminasi adekuat, penurunan ansietas, penghilangan nyeri, peningkatan eleminasi urinarius, patuh dengan program terapeutik, dan tidak adanya komplikasi.

3.       Intervensi Keperawatan
a.       Menghilangkan Konstipasi
Masukan cairan sedikitnya 2 L sehari dianjurkan untuk memberikan hidrasi adekuat. Makanan tinggi serat dianjurkan untuk meningkatkan bulk dalam feses dan membuatnya lebih mudah dikeluarkan. Laksatif bulk seperti metamucil dan pelunak feses diberikan sesuai resep.

b.      Menurunkan Ansietas
Pasien yang menghadapi pembedahan rektal dapat merasa kacau dan peka akibat ketidaknyamanan, nyeri, dan malu. Kebutuhan psikososial khusus dan rencana asuhan yang bersifat individu diidentifikasi. Privasi diberikan dengan membatasi pengunjung bila pasien menginginkannya. Privasi diberikan dengan membatasi pengunjung bila pasien menginginkannya.
c.       Menghilangkan Nyeri
Selama 24 jam pertama setelah pembedahan rektal, dapat terjadi spasme yang menimbulkan nyeri pada sfingter dan otot parineal. Kontrol terhadap nyeri adalah pertimbangan utama. Pasien didorong untuk memilih posisi nyaman.
Balutan basah yang jenuh oleh air dingin dan witch hazel dapat membantu menghilangkan edema. Apabila kompres basah digunakan secara kontinu, petroleum harus diberikan disekitar area anal untuk mencegah maserasi kulit.
d.      Meningkatkan Eliminasi Urinarius.
Berkemih dapat menjadi masalah pada periode pascaoperatif, akibat spasme refleks sfingter pada jalan keluar kandung kemih dan sejumlah tertentu otot pelindung dari rasa takut dan nyeri. Semua metode untuk mendorong berkemih sepontan (meningkatkan masukan cairan, mendengarkan aliran air, meneteskan air diatas meatus urinarius) harus dicoba sebelum memasukan kateter. Setelah pembedahan rektal, haluan urin harus dipantau dengan cermat.
e.       Pemantauan dan Penatalaksanaan komplikasi.
Sisi operasi harus diperiksa dengan sering terhadap munculnya perdarahan rektal. Kaji indikator sitemik perdarahan berlebihan (takikardia, hipotensi, gelisah, haus). Setelah hemoroidektomi, dapat terjadi hemoragi dari vena yang dipotong, bukti perdarahan harus tampak pada balutan.
f.       Pendidikan Pasien dan Pertimbangan Perawatan di Rumah
Pasien harus mempertahankan area perianal sebersih mungkin, dengan cara membersihkan secara perlahan dengan air hangat dan kemudian mengeringkannya dengan kapas absorben. Pasiendiinstrusikan untuk menghindari menggosok area dengan tisu toilet.
g.      Gambar Diagnosa Penyakit

BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN


A.    Kesimpulan
Pasien dengan gangguan anorektal mencari pertolongan medis terutama akibat nyeri dan perdarahan rektal keluhan lain yang sering adalah protusi hemoroid, rabas anal, gatal, bengkak, nyeri tekan anal, stenosis, dan ulserasi. Konstipasi diakibatkan karena menunda defikasi akibat nyeri.
Cara mengobati anorektal adalah pengangkatan tumor dan pembuluh limfe secara pembedahan.

B.     Saran
Cara penyembuhan secara anorektal yaitu dengan terapi poliatif terdiri dari rendam duduk dan analgesik namun tindakan bedah segera untuk mengisi dan mendrainase abses adalah tindakan pilihan agar penyakit anorektal tidak terjadi dalam tubuh kita diusahakan jangan menunda defikasi.


DAFTAR PUSTAKA


1.      Marylin E Donges, 1992, Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi Tiga. FKUI. Jakarta ; EGC
2.      Price Sylvia Anderson, dkk, 1995, Konsep Klinis Proses – Proses Penyakit. Edisi Empat. Jakarta ; EGC
3.      Brunner dan Suddart, Keperawatan Medical – Bedah (diterjemahkan oleh dr. H. Y. Kuncara, dkk). Penerbit buku kedokteran. Jakarta ; EGC
4.      Evelyn C. Pearce, Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis. Gramedia. Jakarta ; 2002






1 komentar:

  1. Nice info, Sangat bermanfaat. Bagi anda yang memiliki masalah penyakit kelamin, anda bisa mengunjungi klinik Apollo untuk melakukan pemeriksaan. Klinik Apollo merupakan penyedia layanan kesehatan berbasis klinik yang menangani masalah penyakit kulit dan kelamin yang terletak di daerah Jakarta pusat. bekerja sama dengan berbagai rumah sakit serta klinik Internasional, juga ditunjang peralatan medis canggih serta dokter ahli spesialis yang sudah berpengalaman dibidangnya, anda bisa mengunjungi klinik apollo untuk melakukan pemeriksaan dan mendapatkan penanganan segera.

    Jika Anda memiliki pertanyaan seputar penyakit kelamin yang anda rasakan, jangan ragu untuk bertanya pada kami karena isi konsultasi aman terjaga, privasi pasien terlindugi, dan anda bisa tenang berkonsultasi langsung dengan kami. Anda dapat menghubungi hotline di (021)-62303060 untuk berbicara dengan ahli Klinik Apollo, atau klik website bawah ini untuk berkonsultasi dengan dokter spesialis klinik Apollo.

    Wartadokter
    klinikkesehatan
    kesehatankelamin

    BalasHapus