I. ASTHMA BRONCHIALE
A.
Definisi Penyakit
Asthma bronchiale merupakan gangguan
inflamasi kronik jalan nafas yang melibatkan berbagai sel inflamasi, dasar
penyakit ini adalah hiperaktivitas bronkus dalam berbagai tingkat, obstruksi
jalan nafas, dan gejala pernafasan (mengi dan sesak). (Kapita Selekta Kedokeran
Edisi ke tiga jilid satu : 476).
Asthma adalah suatu penyakit yang
ditandai dengan adanya therapi yang tepat, obstruksi ini disebabkan oleh adanya
spasme otot lunak bronchiale, sekresi mukus yang berlebihan. (FKPP SPK
se-jawa-barat 1996, : 36).
Asthma disebut juga sebagai reactive
air way disease (RAD) adalah suatu penyakit obstruksi pada jalan nafas secara
riversibel yang ditandai dengan bronkhospasme, inflamasi, dan peningkatan
reaksi jalan nafas terhadap berbagai. (Suriadi, Skp, 2001 : 7)
Asthma adalah penyakit paru dengan
ciri khas yakni saluran nafas sangat mudah bereaksi terhadap berbagai
rangsangan atau pencetus dengan manifestasi berupa serangan asthma. (Nastiyah,
1997 : 66)
Berdasarkan beberapa pengertian
diatas, penulis menyimpulkan bahwa penyakit asthma adalah suatu penyakit
obstruksi pada jalan nafas yang ditandai oleh bronchospasme, inflamasi mukus
yang berlebihan dengan gejala pernafasan (mengi dan sesak).
B.
Anatomi, Fisiologi dan Gambar Anatomi
Sistem pernafasan dibagi menjadi dua
yaitu saluran pernafasan bagian atas yang terdiri dari hidung, pharing dan
laring, saluran pernafasan bagian bawah yang terdiri dari trachea, bronkhus,
bronhiolus dan alveolus.
1.
Hidung
Hidung meurpakan saluran pernafasan teratas, bagian
interior dari hidung dibagi dalam paruhan kiri dan kanan oleh septum nasal.
Setiap paruhan dibagi secara tidak lengkap menjadi empat, mengarah pada
nasofaring. Area tepat dalam lubang hidung dilapisi oleh kulit yang mengandung
rambut yang kasar. Sisa dari interior dilapasi oleh membran mukosa.
2.
Pharing
Pharing berasa dibelakang mulut dan rongga nasal. Dibagi
tiga bagian yaitu nasopharing, oropharing, dan laringo pharing. Pharing juga
merupakan saluran yang menghubungkan saluran pencernaan dan saluran pernafasan.
3.
Laring
Laring terletak didepan dari faring dan diatas permulaan
dari trakea. Terutama terdiri dari tulang rawan tyroid dan cricoid, dan tujuh
tulang rawan lain yang dihubungkan secara bersama oleh membran.
4.
Trachea
Terletak dibagian oesopagus yang terdiri dari lapisan
mukosa, kelenjar sub mukosa dan dibawahnya terdapat jaringan otot yang terletak
pada bagian depan yang menghubungkan kedua bagian tulang rawan. Trachea
bercabang menjadi bronchus kanan dan kiri, tempat percabangan disebut karina.
5.
Bronkhus
Bronkus primer dimulai dari karina, bronkus kanan lebih
gemuk, lebih pendek, serta lebih vertikal bila dibandingkan bronkhus kiri.
Bronkhus dilapisi oleh cilia yang berfungsi menangkap partikel dan mendorong
sekret ke atas untuk selanjutnya dikeluarkan melalui batuk atau ditelan.
6.
Bronchiolus
Bronchiolus merupakan cabang dari bronkhus yang dibagi
menjadi saluran-saluran kecil yaitu bronchiolus terminal dan bronchiolus
respirasi.
7.
Alveolus
Alveolus merupkan percabangan dari bronchiolus. Duktus
alveolus menyerupai buah anggur, saccus alveolus mengandung alveolus yang
merupkan unit fungional paru sebagai tempat pertukaran gas.
8.
Paru-paru
Unit dasar dari struktur paru-paru dipertimbangkan
adalah lobulus sekunder. Beratus-ratus dari lobulus ini membentuk masing-masing
paru-paru. Setiap lobulus merupakan miniatur dari paru-paru dengan percabangan
bronchial.
Untuk lebih jelasnya dibawah ini disajikan gambar
“pohon” Bronchial dan paru-paru pada gambar dibawah ini.
A.
Etiologi
Asthma dimbul secara familiar, dimana
jika adanya faktor lingkungan berinteraksi dengan faktor keturunan akan timbul
penyakit.
Sampai saat ini
etiologi asthma belum diketahui dengan pasti, suatu hal yang menonjol pada
semua penderita asthma adalah fenomena hiperreakyivitas broncus. Broncus penderita asthma sangat peka terhadap
rangsangan imunologi maupun non-imunologi.
Rangsangan atau
pencetus yang sering menimbulkan asthma perlu diketahui dan sedapat mungkin
dihindarkan. Faktor-faktor tersebut adalah :
1. Alergen
utama : debu rumah, spora jamur dan tepung sari rerumputan.
2. Iritan
seperti asap, bau-bauan, pollutan.
3. Infeksi
saluran napas terutama yang disebabkan oleh virus.
4. Perubahan
cuaca yang ekstrim.
5. Kegiatan
jasmani yang berlebihan.
6. Lingkungan
kerja.
7. Obat-obatan.
8. Emosi.
B.
Patofisiologi
Asthma dapat dibagi menjadi dua
kategori besar : ekstrinsik (alergi) dan intrinsik (non-alergi). Asthma
ekstrinsik disebabkan oleh agent seperti : debu, tepung sari, kain serangga,
jamur, rokok, obat dan makanan. Bentuk athma inibiasanya dimulai saat
kanak-kanak. Sedangkan asthma intrinsik tidak dapat dengan mudah dikenai
alergen dan biasanya dimulai pada saat dewasa (>35 tahun).
C.
Tanda dan Gejala
Objektif
v Sesak nafas yang berat dengan ekspirasi disertai dengan wheezing.
v Dapat disertai batuk dengan sputum kental, sulit dikeluarkan.
v Bernapasan dengan menggunakan alat-alat napas tambahan.
v Cyanosis, tachicardi, gelisah, pulsus paradoksial.
v Fase ekspirasi memenjang
disertai wheezing (diapex dan hilus).
Subjektif
v Klien merasa sukar bernafas, sesak, anoreksia.
Psikososial
v Cemas, takut, dan mudah tersinggung.
v Kurangnya pengetahuan klien terhadap situasi penyakitnya.
Keterangan : Skor 4 atau lebih
disangkakan asthma berat dan klien harus secara hati-hati diobservasi untuk
menentukan adakah respon dari teraphy atau segera dikirim kerumah sakit.
A.
Manajemen Medik
Prinsip-prinsip
penatalaksaan asthma bronkhial :
1. Diagnosis
status asthmatikus. Faktor penting yang harus diperhatikan:
· Saatnya serangan
· Obat-obatan yang
telah diberikan (macam dan dosis).
2. Pemberian
obat bronchodilator.
3. Penilaian
terhadap perbaikan serangan.
4. pertimbangan
terhadap pemberian kortikosteroid.
5. Setelah
serangan mereda :
·
Cari faktor penyebab.
·
Modifikasi pengobatan penunjang
selanjutnya.
Obat-obatan
1.
Broncodilator
Broncodilator ini dipakai secara inhalasi atau
parenteral, jika sebelumnya telah digunakan obat golongan simpatometik maka
sebaiknya diberikan aminopilin secara parenteral sebab mekanisme yang
berlainan. Demikian sebaliknya, bila bumnya telah digunakan obat golongan
teofilin oral maka sebaiknya diberikan obat golongan simpatomimetik secara
aerosol atau parenteral.
Obat-obatan
bronchodilator golongan simpatomimetik bentuk selektif terhadap adrenoreseptor
yang mempunyai sifat lebih selektif dan masa kerja lebih lama serta efek lebih
kecil dibandingkan dengan bentuk non-selektif :
·
Obat-obat bronchodilator serta
aerosol bekerja lebih cepat dan efek sampingsistemik lebih kecil baik digunakan
untuk sesak nafas berat pada anak-anak dan dewasa.
·
Obat-obat brochodilator
simpatomimetik memberi efek samping takhicardia, pemggunaan parenteral pada
orang tua harus hati-hati, berbahaya pada penyakit hipertensi, kardiovaskuler
dan serebrovaskuler.
·
pemberian aminophilin secara
intra vena dosis awal lima
sampai enam miligram/Kg BB dewasa/anak-anak, disuntikan perlahan dalam 5-10
menit.
2.
Cortikosteroid
3.
Pemberian oksigen
Melalui kanul hidung dengan kecepatan
aliran O2 2-4 liter/menit dan dialiri air untukmemberikan kelembaban
4.
Beta Agonists merupakan pengobatan
awal yang digunakan dalam pengobatan asthama dikarenakan obat ini bekerrja
dengan jalan mendilatasikan otot polos.
B. Data Fokus Pengkajian
1.
Wawancara
a.
Identitas
Nama, usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, agama,
tanggal masuk, tanggal pengkajian, diagnosa medik, suku bangsa, No. Register
dan alamat identitas penanggung jawab terdiri dari nama, usia, pendidikan,
pekerjaan, jenis kelamin, agama, hubungan dengan klien dan alamat.
b.
Riwayat kesehayan
1)
Keluhan utama
Merupakan keluhan yang ditemukan saat pengkajian
2)
Riwayat kesehatan sekarang
Menceritakan kapan klien mengalami kejadian seperti
sekarang, sifat klien, lamanya kejadian, serta gejala-gejala kejadian yang
mengalami riwayat kesehatan.
3)
Riwayat kesehatan keluarga
Perlu diketahui untuk memperoleh data
apakah dalam keluarga klien terdapat penyakit keturunan atau penyakit-penyakit
karena lingkungan yang dapat memperberat penyakit klien
2.
Pemeriksaan fisik
Digunakan untuk memperoleh data
objektif dari riwayat keperawatan klien ada empat tahap teknik dalam
pemeriksaan fisik : inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi. Pada klien
dengan gangguan sistem pernapasan :
a.
Sistem pernafasan
Adanya jumlah frekuensi nafas yang dilakukan permenit dalam keadaan
istirahat
b.
Sistem cardiovaskuler
Dapat ditemukan adanya peningkatan
denyut nadi, peningkatan tekanan darah terutama pada saat penyakit kambuh
c.
Sistem perkemihan
Dikaji apakah adanya retensi
urine, warna urine dan keadaan tentang alat perkemihan.
d.
Sistem pencernaan
Dikaji ditemukan anoreksia atau
tidak, penurunan motilitas usus
e. Sistem Mukuloskeletal
tidak adanya keterbatasan gerak,
atropi otot, penurunan kekuatan otot, massa
otot, tonus otot dan deformitas.
f. Sistem Integumen
Tidak terdapat iritasi kulit, jaringan
yang rusak, perubahan warna kulit.
g. Sistem Persyarafan
yang perlu dikaji adalah fungsi
serebral, fungsi saraf kranial, fungsi sensorik dan motorik.
3.
Pemeriksaan Diagnostik
a.
Chest X-ray
b.
Pemeriksaan fungsi paru
c.
TLC ( peningkatan pada luasnya
bronkhitis )
d.
Kapasitas inspirasi
e.
Bronchogram
f.
Darah komplit
g.
Kimia Darah
h.
Sputum kultur
i.
FEVI/FVC
j.
ABGs
k.
ECG
l.
Exercise ECG, Stress Test
C. Analisa Data
Analisa data adalah
kemampuan untuk mengaitkan dan menghubungkan data dengan kemampuan kognitif
yang dimiliki sehingga dapat diketahui kesenjangan atau masalah kesehatan atau
masalah keperawatan. (Nasrul Effendi, 1998 : 97).
D. Diagnosa Keperawatan yang
Mungkin Muncul
1.
Gangguan pertukaran gas (fase
ekspirasi yang memanjang) sehubungan dengan obstruksi jalan nafas oleh sekret
dan adanya bronchospasme.
2.
Jalan nafas tidak efektif
sehubungan dengan peningkatan produksi sputum.
3.
Kurang pengetahuan tentang
proses penyakit dan pengobatan sehubungan dengan kurangnya informasi.
E. Perencanaan
1.
Tujuan
-
Gangguan pertukaran gas dapat
diatasi
-
Jalan nafas efektif
-
Pengetahuan pasien tentang proses
penyakit dan pengobatannya meningkat
2.
Tindakan keperawatan untuk tiap
diagnosa
-
Observasi tanda-tanda vital
-
Kaji kecepatan, kedalaman dan
penggunaan otot bantu pernapasan
-
Tinggikan bagian kepala tempat
tidur untuk meningkatkan ekspirasi paru
-
Anjurkan pasien napas lambat
-
Kaji warna kulit dan perubahan
mukosa membran
-
Dorong pasien batuk efektif
untuk mengeluarkan sputum, lakukan suction apabila perlu
-
Auskulasi suara napas,
dengarkan adanya ronchi, wheezing dan suara napas abnormal lainnya.
-
Kaji penurunan tingkat
kesadaran
-
Berikan lingkungan yang tenang
-
Batasi aktifitas
3.
Auskultasi suara napas, catat
adanya wheezing, ronchi dan crackles
-
Kaji dan observasi tanda-tanda
vital terutama kecepatan pernapasan
-
Observasi adanya dyspnea,
kelelahan, kecemasan, kesulitan bernapas dan penggunaan otot tambahan dalam
bernapas
-
Anjurkan pasien untuk mengatur
posisi yang nyaman
-
Kurangi polusi lingkungan,
seperti debu, asap rokok debu dan kapuk
-
Dorong pasien untuk melatih
napas dengan otot pernapasan perut adalah bernapas melalui mulut.
-
Observasi karakteristik, batuk
kering atau ada sputum
-
Berikan intake cairan 2000
cc/hari selama tidak ada kontraindikasi
4.
Kaji tingkat pengetahuan pasien
tentang penyakitnya
-
Berikan penjelasan tentang
proses penyakit dan pengobatannya
-
Berikan kesempatan pada pasien
untuk bertanya
-
Ajarkan dan dorong pasien untuk
melakukan latihan napas dalam
-
Anjurkan pasien dengan menjaga
kebersihan mulut dan gigi
-
Jelaskan efek merokok terhadap
paru-paru dan anjurkan pasien untuk berhenti merokok
-
Gejala sesak napas (udara yang
kering, temperatur lingkungan yang terlalu tinggi)
-
Anjurkan pasien untuk
menghindari individu yang sedang mengalami infeksi saluran napas.
DAFTAR PUSTAKA
-
Corwin, Elizabeth . J. 2000. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC.
-
Carpenito, L. J. 1995. Diagnosa
Keperawatan. Edisi 6, Jakarta
EGC.
-
Effendy Nasrul. 1998.
Dasar-dasar Kesehatan Masyarakat. Jakarta .
EGC.
-
Kapita Selekta Kedokteran.
1999. Media Aesculapius FKUI, Edisi Ketiga Jilid Pertama. Jakarta .
-
Pearce. C. Evelyn. 2000. Anatomi
dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta .
Gramedia.
-
Somatri Irman. SKp. 2003.
Medical Surgical Nursing. Cimahi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar